Pendidikan bagi
Anak Spesial – Sekolah Inklusi
Namanya saja anak berkebutuhan khusus [ABK] atau anak
spesial jadi memang tempat pendidikannya pun harus spesial. Kalau Anda pernah
mendengar istilah sekolah inklusi [atau inklusif?] itu artinya tempat
pendidikan yang “normal” tapi menyediakan beberapa bangku untuk menerima
anak-anak spesial ini. Idealnya sekolah inklusi tersebut harus memiliki sarana
dan guru yang terlatih untuk menangani anak-anak spesial ini. Diharapkan dengan
dibaurkan dengan anak-anak tanpa kebutuhan khusus maka anak-anak ABK ini akan
lebih mudah nantinya bermasyarakat demikian pula anak-anak lain belajar untuk
menerima mereka dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Pendidikan Inklusi adalah pendidikan yang
didasarkan pada hak asasi dan model sosial, sistem yang harus disesuaikan
dengan anak, bukan anak yang menyesuaikan dengan sistem. Pendidikan Inklusi
dapat dipandang sebagai pengerakan yang menjunjung tinggi nilai-nilai,
keyakinan dan prinsip-prinsip utama yang berkaitan dengan anak, pendidikan,
keberagaman dan diskriminasi, proses partisipasi dan sumber-sumber yang
tersedia
Namun kenyataannya belum seperti itu, baik dari sisi
jumlah maupun mutu. Tentu hal ini belum menggembirakan bagi anak-anak spesial
dan para orang tuanya.
Untuk diketahui, pendidikan
untuk anak yang berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Undang-undang tersebut memberi tentu saja memberikan ruang gerak baru
bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus.
Dalam pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan
bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan terobosan
bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus berupa
penyelenggaraan pendidikan inklusif.
Di Jakarta misalnya, dari keterangan Kepala Seksi
Pendidikan Luar Biasa (Kasi PLB) Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta, sekolah
inklusif telah diterapkan sejak tiga tahun lalu melalui payung hukum peraturan
gubernur (pergub). Berdasarkan pergub inilah beberapa sekolah ditunjuk untuk
membuka program inklusif.
Namun sayangnya semangat dan wacana penyediaan fasilitas
pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus sangat berbeda dengan
pelaksanaannya.
bina sekolah inklusi
Dalam RAPBD 2010, siswa yang mengalami hambatan
belajar/kesulitan belajar karena Dislexia, ADHD (Atention Defisit Hiperaktif Disorder), ADD
(Atention Difisit Disorder), dan Autis, mempunyai angka pravelensi 10% dari
total jumlah siswa, namun mereka tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari
Dinas Pendidikan. Walaupun sudah ada Peraturan Gubernur No.116 Tahun 2007
tentang penyelenggaraan Pendidikan Inklusi yang dalam Bab III pasal 4
menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusi di setiap Kecamatan
sekurang-kurangnya terdapat 3 (tiga) TK/RA, SD/MI, dan satu SMP/MTS dan
disetiap Kota sekurang-kurangnya 3(tiga) SMU/SMK/MA/MAK. Prakteknya, di Jakarta
Selatan yang memiliki 10 Kecamatan, hanya ada 3(tiga) SD Inklusi Negeri,
seharusnya terdapat sekurang-kurangnya 30 SD/MI.
Mau tahu berapa anggaran yang sudah disediakan?
Biaya yang dianggarkan untuk pendidikan inklusi di Dinas
Pendidikan sebesar Rp.200. juta untuk dana pendamping untuk 5(lima) SD model
inklusi. Dan untuk tingkat Sudin Jakarta Pusat dianggarkan 50 juta untuk
pembinaan guru inklusi sebanyak 60 orang, dan bimbingan teknis penyusunan KTSP,
MBS, SLB Pendidikan Inklusi sebesar 50 juta. Dana pendidikan inklusi untuk
seluruh wilayah DKI Jakarta kurang dari 2(dua) Milyar Rupiah.
Terjawab sudah, mengapa implementasi Pergub no. 116 tahun
2007 tentang pendidikan Inklusi gagal. Kegagalan ini, menyebabkan 50.000-an
anak berkebutuhan khusus yang seharusnya ditampung di Sekolah Inklusi, menjadi
tak tertangani dengan benar. Bandingkan dengan pengadaan seragam guru (PDH dan
ongkos jahit sebesar 12,119 Milyar rupiah.
Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah DKI Jakarta
di sektor pendidikan inklusi. Semangat pendidikan untuk semua dan siapa saja
seharusnya juga di terapkan dalam realita di lapangan.DISLEKSIA ANAK YANG CERDAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar